Welcome to our page! We are a happily married couple named Monel (Mrs.) and Kumis (Mr.). We are here to share everything related to travel as well as other extra tips. Keep reading and subscribe!

Trotoar menuju kantor. The animation perfectly describe how I feel. Halo sodara-sodara, Selamat berpuasa semuanya! Senangnya yaa bis...

Alasan Kenapa Monel Jalan Kaki 4 KM Setiap Hari


Trotoar menuju kantor. The animation perfectly describe how I feel.

Halo sodara-sodara,

Selamat berpuasa semuanya! Senangnya yaa bisa ketemu bulan spesial ini lagi.
How's your Ramadan so far? Ours are great especially ini tahun kedua kami menjalani ibadah puasa as Pasutri (cie elah).

As mentioned on previous post, kami lagi banyak-banyak nabung dan berusaha tutup mata sama rencana jalan-jalan keliling nusantara khusus di tahun ini. So yes, this post will not mention anything about traveling. And what's so special about this post, it will not mention anything about Mas Kumis as well (maaf sayang :P ).

Semenjak pindahan, lots of changes happened to our lives. Termasuk transportasi kami ke kantor masing-masing. Bhayangkhan, yang tadinya kantor Monel ke rumah cuma 7 km, sekarang berubah jadi 33 km. Dan Mas Kumis yang tadinya 13 km, sekarang berubah jadi 43 km.

Shocking. Tapi harus menerima kenyataan demi menata masa depan yang lebih bhaique. Saya dari Tangerang Selatan menuju Jakarta Selatan sedangkan Mas Kumis dari Tangerang Selatan menuju Jakarta Utara.

Setelah banyak tanya teman kantor, banyak download aplikasi navigasi dan banyak explore sendiri, akhirnya ketemu jalan keluar buat saya. Ternyata tempat tinggal saya deket banget sama Halte Trans Jakarta Puri Beta Koridor 13 Ciledug. Dan amazingnya lagi, saya bisa turun di Halte Tendean yang berjarak hanya 2.3 KM ke kantor saya.

Selang sebulan berlalu, jarak yang hanya 2,3 km ini ternyata di saat peak hours bisa ditempuh sampai satu setengah jam, dengan motor. Insane! Yang kantornya sekitaran Mampang - Tendean - Kuningan pasti tau gimana gilanya macet tersebut. Lalu saya membuat kalkulasi seperti ini:

Mohon diingat, belum termasuk biaya ojol dari rumah ke Halte Puri Beta. Mak tekorrrr.

Lalu tiba-tiba saya tersadarkan. Jarak dari Halte Tendean ke kantor hanya 2,3 km. Sembari naik ojol ke kantor saya sambil melihat arah jalan kaki ke kantor seperti apa. Karena dipikir-pikir bakal seru, maka hari itu (saya lupa kapan), saya putuskan untuk:

Jalan kaki ke kantor dari halte dan sebaliknya.

Dan saya juga tersadar akan satu hal setelah akhirnya memutuskan jalan kaki:


Apa?? Gue harus bayar Rp 480 ribu untuk macet, nyium bau knalpot, senggol-senggolan sama motor laen, ngerelain waktu dan kaki gue yang berharga ini? 

Lalu saya juga came across satu artikel yang menyebutkan fakta seberapa banyak kita jalan kaki di tiap negara:

https://metro.co.uk/2017/07/13/worlds-laziest-country-revealed-and-the-uk-is-looking-pretty-active-6775553/

Kaget? Marah? Nggak terima? Tetapi realitanya memang begitu kawan-kawan. Mari coba tengok keseharian kita, berapa banyak langkah yang kita tempuh per hari. Bisa download aplikasinya yaa untuk menghitung steps.

Target saya, pengen kaya orang Hongkong yang kemana-mana jalan kaki. Kalau bisa 33 km saya jabanin jalan kaki. Yang ada besoknya go-massage 12 jam kali ya.

Aside from this, saya juga merasakan beberapa manfaat lain:

I feel healthier (and happier) than ever. Karena ya itu, jalan kaki, jadi semua gerak. Naik tangga menuju jembatan penyebrangan yang kurang lebih ada 60an anak tangga.  Kaki jadi lebih kuat, jadi jarang kena pilek despite musimnya kaya apa. Lebih banyak energi, nggak gampang ngantuk (padahal saya anaknya Pelor alias nempel molor).

I get to think about everything with myself. Momen untuk berpikir itu priceless menurut saya. Just to reflect back on what have I done for the past 24 hours or more. Apa yang kurang, yang harus saya achieve, saya ada nyakitin orang lain nggak dan sesimpel ntar malem masakin Mas Kumis apa. Kadang sibuknya kerja bikin saya nggak bisa berpikir untuk kebutuhan sendiri.

 Jadi tau fasilitas pedestrian di Jakarta seperti apa. Sebenernya trotoar di daerah pusat perkantoran seperti daerah kantor saya sudah rapi. Apalagi trotoar di design sangat tinggi, mungkin supaya nggak ada motor yang melintas. Tapi kalo udah ada galian kabel, dengan seenaknya ditutup itu trotoar, trus eyke mau ikutan macet di jalan raya segede itu? Hell no.

Everyone is struggling too. Kadang kita suka terjebak sama pemikiran sendiri bahwa kita yang paling menderita. Apparently, ketika saya ngeliat bapak-bapak tua jualan kacamata minus di depan gedung kementrian dan sampe saya pulang masih ngga ada yang beli. Atau kakek-kakek pemulung yang tidur di jembatan penyeberangan. Atau ibu-ibu seumur mama saya tapi masih harus jalan kaki ke kantor yang harusnya bisa santai aja di rumah. Struggle saya mah nggak ada apa-apanya. Yang jelas saya jadi lebih banyak bersyukur.


Tentu saja nggak semua daerah di Jakarta dan sekitarnya punya fasilitas baik untuk para pejalan kaki seperti ke arah kantor saya. Harapannya semoga supaya fasilitas trotoar - zebra cross - jembatan penyebrangan diperbaiki supaya makin nyaman kerja di Jakarta. So, berapa steps kalian per hari? Kuy lah #jalankaki biar makin hepi.

Sekian dari saya, semangat berpuasa sodara-sodara! Salam dari Mas Kumis untuk para pembaca.

Salam jalan kaki,

Monel

1 comments: