Welcome to our page! We are a happily married couple named Monel (Mrs.) and Kumis (Mr.). We are here to share everything related to travel as well as other extra tips. Keep reading and subscribe!

 Halo sodara-sodara, Saat merencanakan menikah, bukan hanya persiapan hari H yang dipikirin. Tapi kehidupan setelah hari H. Kadang k...

Apartemen vs Rumah, Mending Mana Untuk Manten Baru?





 Halo sodara-sodara,

Saat merencanakan menikah, bukan hanya persiapan hari H yang dipikirin. Tapi kehidupan setelah hari H. Kadang kita terlena dengan sibuk milih vendor tata rias, photography, dekor, catering dan masih banyak lagi sampai.... ENG ING ENG!

"Yang, kita tinggal dimana nih ntar abis nikah?"

Beruntung Mas Kumis punya talenta luar biasa tentang berpikir jauh kedepan (kadang terlalu depan) dan ditengah kesibukan milih-milih vendor sampai fitting dan testing ini itu, dia udah bikinin proper schedule untuk bicarain masalah tempat tinggal. (I'll share about his amazing skill in planning next time).

Intinya, kami sepakat untuk sewa apartemen karena; lokasi kantor kami jauh dari rumah orang tua kami dan belum ada tabungan untuk beli rumah sendiri.

Jadi beberapa weekend kami sebelum menikah dihabiskan untuk keliling Jakarta, nyari tempat tinggal terbaik untuk kami nantinya.

Nah, alhamdulillah setelah setahun lebih dikit, kami paksakan untuk membeli rumah mungil sederhana untuk kehidupan masa depan. Walaupun baru beberapa bulan tinggal di rumah sendiri, kami jadi bisa membandingkan pengalaman tinggal di apartemen dan tinggal di rumah.

Disclaimer: tiap pasangan pasti punya pertimbangan dan pro cons nya masing-masing. Jadi disini aku cuma bisa share berdasarkan pengalaman aja yaa. Karena kami pun bukan ahli yang berkaitan dengan bidang tempat tinggal. Yang eneng tau, tinggal dimanapun itu yang penting sama Mas Kumis.

Azeg. Uhuk.

Jadi disini kami beberkan beberapa faktor sebagai pembanding tinggal di Apartemen vs Rumah.
Met baca semuaa! (Lha dari tadi juga baca gemanaseh).

1. Lokasi

 Apartemen : Setelah mengarungi Jakarta demi nyari apartemen yang pas (naek bajaj, ojek online motor sendiri-sendiri, kereta dsb) lokasi hampir disemua apartemen yang affordable itu strategis.
Terutama kalau consideration kalian nyari tempat tinggal yang deket ke kantor. Setidaknya terjangkau dengan ojek online. Dan biasanya deket Mall dan tempat makan murah.
Nggak enaknya, deket ke pusat kemacetan. Kadang bangun tidur uda denger klakson heboh. Mau pulang harus menerobos kerumunan macet, padahal tinggal semeter doang. Sedih

Rumah : Nah, again, kalau pertimbangan kalian nyari yang deket kantor terutama kalo kantornya di segitiga emas Kuningan macem aku, bhay aja deh. Selain karena harganya mahal, well kayanya cuma itu alesannya. Jadi nyari rumah yang nyaman kayanya harus mengorbankan di lokasi yang lumayan jauh dari kantor.

2. Akses ke Fasilitas

Apartemen : Mengutip kata-katanya temen mas kumis "Kalo tinggal di apartemen itu kaya dimanjain sama fasilitas yang fana." Emang bener. Mau ke minimarket? tinggal turun lift. Keran bocor? Tinggal telepon mekanik yang lagi jaga. Belanja? Ada tukang sayur di basement. Parkir? Ada tukang parkir yang ngarahin. Bener-bener dimanjain banget.

Rumah : Mau ke laundry, naek motor dulu ke depan komplek. Mau ke minimarket juga. Mau ke pasar juga. Keran bocor? Ini kenyataan, kami belom ganti jadi yauda ga dipake aja kerannya wkwk. Pokoknya setelah lepas dari apartemen, kami kaya "dipaksa" untuk mandiri banget.

3. Dunia Per-Tetangga-an

Apartemen : I don't know was it just me and mas kumis atau orang lain yang tinggal di Apartemen juga gitu. Kami sama sekali nggak kenal bahkan nggak tau yang tinggal di sebelah unit kami siapa. Padahal ada yang bilang tetangga adalah saudara terdekat. Ini wajar, karena rata-rata orang hanya menggunakan apartemen sebagai tempat tinggal sementara. So, we mind our own business.
Enaknya, urusan pribadi kita nggak ada yang nyampurin. Nggak enaknya, kita nggak tau background / kerja apa tetangga kita.

Rumah : Lebih kekeluargaan. Especially saat weekend, kita bisa melihat aktifitas keluarga-keluarga lain yang ada di komplek. Somehow lebih homey. Belum lagi kalau ada masalah di komplek, protesnya bisa rame-rame haha.

4. Closer to Earth
Apartemen: Because I'm getting paranoid  with elevator. Kadang kalo lembur sedikit dan pulangnya harus agak malem, harus memaksakan diri untuk kuat naek lift yang kadang lampunya kedap kedip sendiri, belum lagi kalau di lantai tertentu berhenti tapi nggak ada yang naik. Amsyong.
Terus, kalau pagi-pagi mau ngantor, bayangin 20 lantai, tiap lantai berhenti dan liftnya lama. Wassalam, mau keluar dari gedung apartemen harus setengah jam sendiri.

Rumah: Ini enaknya, ngejemblongin pintu (apa ya bahasa indonya, ini bahasa keluarga Monel haha), langsung menghirup udara segar (kecuali kalau ada yang bakar sampah pagi-pagi). Plus kalau jauh dari perkotaan, masih banyak pohon. Enak banget kayanya napak tanah kurang dari 5 menit tanpa effort yang tak berfaedah.

Mungkin kurang lebih itu aja kali yah. Sisanya sih, pasti balik lagi ke pasangan masing-masing. Intinya sih kalo uda mantep sama pasangan, coba nabung aja buat nyicil rumah, tapi kalau mau sewa apartemen / kos / ngontrak pun nggak apa-apa banget.

Karena sesungguhnya balik ke keputusan tiap-tiap pasangan. Yang penting, tiap tempat tinggal bawa berkah yang diridhoi oleh-Nya. Azeg.

Sekian dan salam jalan-jalan,

Monel dan Kumis

1 comments:

Pantai Tablolong, Kupang, Nusa Tenggara Timur, 2017 Sebelum ketemu Mas Kumis, I spent my time at my office, from 9 am to 12 am. Yes,...

Sebelum Ketemu Mas Kumis

Pantai Tablolong, Kupang, Nusa Tenggara Timur, 2017


Sebelum ketemu Mas Kumis,
I spent my time at my office, from 9 am to 12 am.
Yes, 12 am.

Sebelum ketemu Mas Kumis,
All I have in my mind is how to create
multiple happiness for strangers.
Instead of mine or my loved ones.

Sebelum ketemu Mas Kumis,
I filled my hunger with instant noodles,
junk foods even coffee.
Without realizing how much I have poisoned
my only one body.

Sebelum ketemu Mas Kumis,
I didn't realize that I have to work on my dreams.
I got into what I have now with less efforts.
As long as I got paid, that was all that matters.
Neglecting my own passion.

Sebelum ketemu Mas Kumis,
I missed all those important events with my family,
to ensure
I didn't miss the important event of the stranger's family

Sebelum ketemu Mas Kumis,
I didn't realize the fortune you gain
is supposed to save your future.
Instead of your present. 

Sebelum ketemu Mas Kumis,
Never have I ever thought
I would enjoy building a family.
Creating our own foundation through
countless midnight / on trip conversations.
Overcoming our own challenges.

Sebelum ketemu Mas Kumis,
I didn't realize the harm I put into my life;
Spiritually, physically, mentally.

Sebelum dan sesudah ketemu Mas Kumis,
I realize, he is not perfect. I am not perfect.
We are not perfect.
And these imperfections makes me realize,
I used to live in an illusion. I thought my life was perfect.
And comfortable.
But it's not the reality.

Setelah ketemu Mas Kumis,
I'd like to share my deepest gratitude.
Not only that I finally found my own version of Prince Charming.
But for finally finding someone who leads me
to find my self. 

by Monel
Minggu, 8 July 2018
Ditulis di sebuah Musholla di kantor Mas Kumis

1 comments:

Trotoar menuju kantor. The animation perfectly describe how I feel. Halo sodara-sodara, Selamat berpuasa semuanya! Senangnya yaa bis...

Alasan Kenapa Monel Jalan Kaki 4 KM Setiap Hari


Trotoar menuju kantor. The animation perfectly describe how I feel.

Halo sodara-sodara,

Selamat berpuasa semuanya! Senangnya yaa bisa ketemu bulan spesial ini lagi.
How's your Ramadan so far? Ours are great especially ini tahun kedua kami menjalani ibadah puasa as Pasutri (cie elah).

As mentioned on previous post, kami lagi banyak-banyak nabung dan berusaha tutup mata sama rencana jalan-jalan keliling nusantara khusus di tahun ini. So yes, this post will not mention anything about traveling. And what's so special about this post, it will not mention anything about Mas Kumis as well (maaf sayang :P ).

Semenjak pindahan, lots of changes happened to our lives. Termasuk transportasi kami ke kantor masing-masing. Bhayangkhan, yang tadinya kantor Monel ke rumah cuma 7 km, sekarang berubah jadi 33 km. Dan Mas Kumis yang tadinya 13 km, sekarang berubah jadi 43 km.

Shocking. Tapi harus menerima kenyataan demi menata masa depan yang lebih bhaique. Saya dari Tangerang Selatan menuju Jakarta Selatan sedangkan Mas Kumis dari Tangerang Selatan menuju Jakarta Utara.

Setelah banyak tanya teman kantor, banyak download aplikasi navigasi dan banyak explore sendiri, akhirnya ketemu jalan keluar buat saya. Ternyata tempat tinggal saya deket banget sama Halte Trans Jakarta Puri Beta Koridor 13 Ciledug. Dan amazingnya lagi, saya bisa turun di Halte Tendean yang berjarak hanya 2.3 KM ke kantor saya.

Selang sebulan berlalu, jarak yang hanya 2,3 km ini ternyata di saat peak hours bisa ditempuh sampai satu setengah jam, dengan motor. Insane! Yang kantornya sekitaran Mampang - Tendean - Kuningan pasti tau gimana gilanya macet tersebut. Lalu saya membuat kalkulasi seperti ini:

Mohon diingat, belum termasuk biaya ojol dari rumah ke Halte Puri Beta. Mak tekorrrr.

Lalu tiba-tiba saya tersadarkan. Jarak dari Halte Tendean ke kantor hanya 2,3 km. Sembari naik ojol ke kantor saya sambil melihat arah jalan kaki ke kantor seperti apa. Karena dipikir-pikir bakal seru, maka hari itu (saya lupa kapan), saya putuskan untuk:

Jalan kaki ke kantor dari halte dan sebaliknya.

Dan saya juga tersadar akan satu hal setelah akhirnya memutuskan jalan kaki:


Apa?? Gue harus bayar Rp 480 ribu untuk macet, nyium bau knalpot, senggol-senggolan sama motor laen, ngerelain waktu dan kaki gue yang berharga ini? 

Lalu saya juga came across satu artikel yang menyebutkan fakta seberapa banyak kita jalan kaki di tiap negara:

https://metro.co.uk/2017/07/13/worlds-laziest-country-revealed-and-the-uk-is-looking-pretty-active-6775553/

Kaget? Marah? Nggak terima? Tetapi realitanya memang begitu kawan-kawan. Mari coba tengok keseharian kita, berapa banyak langkah yang kita tempuh per hari. Bisa download aplikasinya yaa untuk menghitung steps.

Target saya, pengen kaya orang Hongkong yang kemana-mana jalan kaki. Kalau bisa 33 km saya jabanin jalan kaki. Yang ada besoknya go-massage 12 jam kali ya.

Aside from this, saya juga merasakan beberapa manfaat lain:

I feel healthier (and happier) than ever. Karena ya itu, jalan kaki, jadi semua gerak. Naik tangga menuju jembatan penyebrangan yang kurang lebih ada 60an anak tangga.  Kaki jadi lebih kuat, jadi jarang kena pilek despite musimnya kaya apa. Lebih banyak energi, nggak gampang ngantuk (padahal saya anaknya Pelor alias nempel molor).

I get to think about everything with myself. Momen untuk berpikir itu priceless menurut saya. Just to reflect back on what have I done for the past 24 hours or more. Apa yang kurang, yang harus saya achieve, saya ada nyakitin orang lain nggak dan sesimpel ntar malem masakin Mas Kumis apa. Kadang sibuknya kerja bikin saya nggak bisa berpikir untuk kebutuhan sendiri.

 Jadi tau fasilitas pedestrian di Jakarta seperti apa. Sebenernya trotoar di daerah pusat perkantoran seperti daerah kantor saya sudah rapi. Apalagi trotoar di design sangat tinggi, mungkin supaya nggak ada motor yang melintas. Tapi kalo udah ada galian kabel, dengan seenaknya ditutup itu trotoar, trus eyke mau ikutan macet di jalan raya segede itu? Hell no.

Everyone is struggling too. Kadang kita suka terjebak sama pemikiran sendiri bahwa kita yang paling menderita. Apparently, ketika saya ngeliat bapak-bapak tua jualan kacamata minus di depan gedung kementrian dan sampe saya pulang masih ngga ada yang beli. Atau kakek-kakek pemulung yang tidur di jembatan penyeberangan. Atau ibu-ibu seumur mama saya tapi masih harus jalan kaki ke kantor yang harusnya bisa santai aja di rumah. Struggle saya mah nggak ada apa-apanya. Yang jelas saya jadi lebih banyak bersyukur.


Tentu saja nggak semua daerah di Jakarta dan sekitarnya punya fasilitas baik untuk para pejalan kaki seperti ke arah kantor saya. Harapannya semoga supaya fasilitas trotoar - zebra cross - jembatan penyebrangan diperbaiki supaya makin nyaman kerja di Jakarta. So, berapa steps kalian per hari? Kuy lah #jalankaki biar makin hepi.

Sekian dari saya, semangat berpuasa sodara-sodara! Salam dari Mas Kumis untuk para pembaca.

Salam jalan kaki,

Monel

1 comments:

Home Sweet Home Halo sodara! I hope you guys miss our writings as much as we miss posting our travel stories! Tetapi tahun 2018 in...

7 Hal Yang Perlu Diperhatikan Saat Menata Rumah Baru Setelah Menikah, No. 5 is Our Favorite!

Home Sweet Home


Halo sodara!

I hope you guys miss our writings as much as we miss posting our travel stories!

Tetapi tahun 2018 ini kami diberikan kesempatan melakukan hal lain yang membuat kami belum bisa meluangkan waktu untuk jalan-jalan nih.

Finally, after lots of efforts, tears and sweats, saya dan Mas Kumis bisa pindah ke rumah kecil kami yang nyaman dan menyenangkan! FYI, 1 1/2 tahun di awal pernikahan, kami tinggal di sebuah apartemen yang kami sewa dan letaknya terjangkau dari kantor kami masing-masing.

Setelah berbagai pertimbangan, kami memutuskan bersusah payah di awal demi mendapatkan tempat tinggal permanen sampai jadi kakek nenek uhuy. Walaupun jarak tempuh ke kantor jadi berkali-kali lipat jauhnya, tapi ada perasaan yang beda kalau pulangnya ke rumah sendiri.

Setelah rumahnya dapet, tentu saja mendekor nggak kalah bikin puyeng dibandingkan membeli di awal. Terutama ketika luas rumah yang dibeli dan dana di dompet sama-sama minimalis hehehe.

Nah, berdasarkan pengalaman kami saat mendekor di awal, berikut adalah 7 hal yang harus diperhatikan saat mendekor rumah baru dengan dua syarat: luas minimalis dan budget terbatas.

1. Tema / konsep
Penting banget! Kita nggak mau kan tinggal di dalam rumah yang situasinya bikin kita nggak nyaman karena kita nggak suka dengan barang-barang di dalamnya. Proses ini biasanya memakan waktu lebih lama karena akan menentukan barang yang dibeli. Kenali ciri khas kamu dan pasangan supaya bisa menentukan tema dengan mudah.

Caranya bisa dengan membuat list apa saja yang kamu inginkan dari sebuah rumah. Tulis aja semuanya, ngalor ngidul tapi tetap realistis ya. Lalu bandingkan dengan list pasangan kamu.

Coret daftar yang nggak matching dari daftar kalian berdua. Sisanya kalian pakai sebagai pertimbangan dalam mendekor. Daftar ini sangat berguna sampai jangka waktu lama karena membuat kalian konsisten dalam mempertahankan tema.

Juga berguna untuk mendekatkan diri dengan si doi lhoo.... Karena secara tidak langsung kalian mengenal kepribadian pasangan lebih jauh lagi.

Saya kasih bocoran hasil rembukan dengan Mas Kumis ya.

Saya suka suasana minimalis, nggak ribet, nggak bermotif, nuansa kayu, warna cokelat, warna abu-abu, warna putih, terang, banyak sinar matahari.

Mas Kumis suka suasana nggak ribet, warna putih (bukan karena lambang suci, tapi lambang kebersihan sejati), suasana yang mudah untuk dibersihkan dan dirapihkan, aksen warna mencolok seperti hijau, orange, kuning.

Silahkan tebak sendiri siapa yang harus ngalah dengan list nya hahaha.


2. Ukuran
Karena tadi sudah dibahas, rumah kami ukurannya minimalis, maka penting banget untuk tau ukuran dari masing-masing ruangan di rumah. Lebih bagus lagi kalau kalian punya meteran yang bisa dibawa kemana-mana kaya kontraktor atau orang sipil.

Saya sih pake meteran ngambil gratis di Ikea ajah. Bahannya dari kertas HVS biasa tapi kaya penggaris. Yang sering ke Ikea pasti tau. Selalu sedia di tas sampe lecek and surprisingly it became one of our most favorite tools!

Berbekal pengetahuan ukuran masing-masing ruangan di rumah kalian, lalu ukur setiap furnitur yang mau kalian beli dengan penggaris. Tingginya, lebarnya dan panjangnya. Jangan beli dulu. Foto aja dulu.

Di rumah kalian ukur lagi, dan lihat apakah barang yang kalian beli akan pas atau nggak. Pengalaman kami, beberapa kali beli barang yang ternyata nggak bisa dipasang karena nggak sesuai dengan panjang tembok jadi harus direlokasi. 

Yang iniiiii

3. Tata Letak Stop Kontak
 Saat kalian mau beli sesuatu, pikirkan dengan matang barang apa yang akan kalian letakkan disamping stop kontak. Barang apa saja yang butuh stop kontak.

Ketika ukuran rumah minimalis, jangan sampai kita beli barang terlalu banyak atau terlalu besar sehingga menghalangi akses stop kontak. Nggak mau kan, tiap mau nyolok sesuatu harus geser sana geser sini.

Jangan lupa kasi space sekitar 5-10 cm minimal dari stop kontak ke barang terdekat yang akan diletakkan. Boleh saja beli ditaronya dekat stop kontak tetapi mainkan ukuran barang aja. Misal, beli barang yang bisa ditaro diatas atau dibawah stop kontak sehingga tidak menghalangi aksesnya.

4. Tata Letak Kompor
Perlu diketahui rumah minimalis kami adalah tipe 4L alias Lo Lagi Lo Lagi, sehingga banyak ruangan yang memang saling bersatu padu. Contohnya adalah dapur + ruang keluarga + ruang tamu + ruang makan kami jadi satu uhuk.

Yang harus diperhatikan adalah tata letak kompor dan benda lain yang bersinggungan dengannya. Disini kami sangat berhati-hati dan penuh perhitungan. Jangan sampai ada benda yang memicu kebakaran karena keteledoran kami. Jadi hindari kitchen kabinet yang terlalu dekat dengan kompor, barang-barang dekorasi menjuntai dan bisa terkena api, dan lain sebagainya.

Ingat, rumah itu asset, jadi harus dilindungi seperti hati eneng. Ya nggak, Mas Kumis?
 
5. Material / Bahan Furnitur
Mungkin ketika kalian melihat poin no.5, yang kalian bayangkan adalah jenis cat nya, jenis kayu nya dan lain sebagainya. Tapi tentu saja bukan itu hohoho karena kami berdua bukan orang teknik.

Karena kecintaan berlebih Mas Kumis terhadap kebersihan, sangat penting melihat jenis bahan furnitur yang mudah dibersihkan. Misal, kalau ketumpahan sirop, gampang di lap atau nggak. Kalau kecoret spidol, ada cairan yang bisa bersihin atau nggak. Mudah tergores atau nggak (terutama kalau beli meja yang mau ditaro hiasan dekorasi). Dan lain sebagainya.

6. Ukuran VS Warna / Motif
Sadar diri dengan ukuran rumah yang patut disyukuri, harus pintar bermain warna / motif dari barang yang akan dibeli. Seperti perbanyak warna putih agar ruangan terlihat lega, manfaatkan space langit-langit ruangan, jangan terlalu banyak lemari tapi perbanyak wall-hanging items.

Kami perbanyak referensi dengan buka Pinterest (who doesn't love this App?) dan jangan lupa buka hashtag instagram #homedecor atau #homedecorindonesia atau #homedecorminimalist . Banyak banget ibu-ibu di dunia Instagram yang mahir ngedekor rumahnya. Nggak perlu dicontek, cukup diliat referensinya aja ya.

Karena balik lagi, kita mau rumah sesuai karakter kita, bukan orang lain.

7. Quality over Quantity
Prinsip minimalis hampir wajib hukumnya dipegang oleh pemilik rumah minimalis. Jangan tergoda membeli barang-barang yang nggak akan terpakai.

Jangan tergoda membeli dekorasi yang nggak akan kita lihat juga ntarnya. Beli sesuatu yang bisa dimanfaatkan sebagai storage juga.

Kalau kata Marie Kondo, pengarang buku Life-Changing Magic of Tidying, selalu pilih barang yang akan spark joy, karena kalau nggak spark joy, barang itu cuma akan numpuk dan berujung di gudang.

Sekian tips dari kami, semoga membantu ya!

1 comments: