Can you spot us? Tentunya ada yang berkilau nan silau dari kejauhan terlihat. Jidat Mas Kumis! |
Pergi ke Aceh takkan percuma biaya. Selain ibadah, dapat pula ilmu budaya dan sejarah, yang jelas semuanya 'tlah mendunia!
Hal yang harus diperhatikan saat jalan-jalan di Aceh
1. Jangan harap dapat menemukan restoran atau tempat makan lainnya buka di siang hari selama bulan Ramadan. Jangankan tempat makan, pertokoan saja banyak yang tutup. Jangan khawatir, setelah jam buka puasa semua akan beroperasi seperti biasa. Masyarakat disini tidak merasa rugi, justru mereka merasa di bulan suci tersebut saatnya beribadah sebanyak-banyaknya.
2. Selain saat jam berpuasa, jangan harap banyak toko yang buka saat masyarakat melaksanakan solat tarawih, solat yang hanya bisa dilakukan saat bulan puasa. Jadi ceritanya di malam pertama, kami pengen mampir ke minimarket terdekat untuk beli air minum yang banyak. Kami keluar hotel persis saat orang-orang melaksanakan solat tarawih. Ternyata minimarketnya tutup men temen! Pantesan kok kami jalan kaki banyak diliatin orang. Ternyata semua masyarakatnya pergi ke masjid.
3. Kebiasaan yang kami lihat dari masyarakat saat buka puasa adalah mereka cenderung makan pembuka lanjut makan berat. Setelah itu mereka akan ke masjid untuk sholat maghrib dan nerus sampai solat tarawih. Sedangkan saya dan Mas Kumis waktu itu yang hanya membatalkan puasa dengan air putih dan kurma, kaget banget restorannya sudah penuh! Karena kami pikir waktu itu lebih baik membatalkan puasa dulu deh baru ke restoran di hotelnya untuk makan berat.
4. Di Banda Aceh, khususnya setelah bencana Tsunami yang melanda kota ini di tahun 2004, terdapat banyak lokasi wisata yang mengingatkan kita akan dahsyatnya bencana tersebut. Mister, tourguide kami, mengingatkan agar kami bersikap sewajarnya di lokasi-lokasi tersebut. Apalagi ketika kalian diberi kesempatan untuk bertemu dengan korban yang selamat, perlu diingat untuk tidak bertanya yang mengingatkan kesedihan mereka, justru ajak bicara tentang topik yang bisa bikin mereka seneng. Trust me, mereka sudah ditanya ribuan kali oleh pengunjung tentang bagaimana mereka bisa survive dari bencana.
5. Selama di Banda Aceh, usahakan sebisa mungkin untuk berpakaian yang sopan karena kalian memasuki kota serambi Mekah dimana mayoritas masyarakatnya muslim.
6. Aceh mempunyai sistem hukum syariah dimana hukumnya berdasarkan pedoman Agama Islam. Jika kalian pasangan suami isteri seperti kami, maka kami sarankan untuk membawa buku nikah untuk antisipasi.
Kuburan Massal Tsunami Siron
Jl. Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda
Desa Siron, Ingin Jaya Kab. Aceh Besar
Lokasi ini yang pertama kami kunjungi karena jaraknya yang cukup dekat dengan bandara. Jangan bayangkan lokasi ini seperti pemakaman yang kalian liat pada umumnya. Dari jauh sepintas terlihat seperti lapangan berumput yang dikasi pagar tembok. Ternyata dibawah lapangan tersebut, terdapat sebanyak 46.718 jenazah korban dari bencana Tsunami 26 December 2004 dan banyak diantara jenazah tersebut yang susah dicari identitasnya.
Sedih, takut, dan beragam perasaan lainnya bener-bener menyelimuti kami saat sampai disini. Tapi Mister berusaha menghibur kami dengan beragam jokes dan menyuruh kami foto sebagai kenang-kenangan disini. Bahkan kami disuru senyum, jadi kami nurut aja hehehe.
Ohya, ini bukan satu-satunya kuburan massal yang terdapat di Aceh ya, masih ada beberapa lagi di lokasi lain.
Ada satu batu berbentuk segitiga yang bertuliskan puisi dalam bahasa Aceh yang mempunyai pesan dalam menghadapi bencana Tsunami tersebut, isinya dibawah ini:
"Bala tasaba,
Nekmat tasyuko,
Disinan le ureueng bahgia"
Yang artinya
"Bencana kita sabari,
Nikmat kita syukuri,
Banyaklah orang akan bahagia"
Berfoto di depan spanduk Kuburan Massal |
Di batu berbentuk segitiga itu terdapat puisi yang saya sebutkan diatas. Di belakang kami yang terlihat seperti lapangan penuh rumput itu adalah Kuburan Massalnya. |
Kapal Nelayan di Atas Rumah
Gampong Lampulo, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh
Saat kesini, kami seakan diajak untuk membayangkan setinggi apa air laut yang menutupi Banda Aceh saat bencana Tsunami tersebut sehingga bisa membawa sebuah kapal nelayan untuk mendarat di lantai 2 sebuah rumah di Gampong (Kampung) Lampulo.
Rumah tersebut adalah milik Ibu Abasiah dan beliau adalah salah satu korban yang selamat karena menaiki kapal nelayan tersebut. Jadi ceritanya, ketika arus Tsunami datang, Ibu Abasiah dengan 58 korban lainnya memutuskan untuk naik ke lantai 2 rumah beliau. Namun ternyata, arus air yang menerjang lebih tinggi dari yang mereka kira, sehingga mereka mulai memasrahkan diri.
Disaat mereka pasrah itulah, sebuah kapal nelayan sampai di atap rumah Ibu Abasiah sehingga beliau dengan 59 orang lainnya selamat. Sungguh nyata pertolongan dari Yang Maha Kuasa.
Kini rumah Ibu Abasiah diabadikan sebagai pengingat dahsyatnya bencana Tsunami tersebut. Saat kesini, masih terlihat jelas bagian ruangan-ruangan di dalam rumah beliau. Ibu Abasiah kini sudah tidak tinggal disitu, tetapi beberapa meter dari rumah lamanya tersebut.
Berfoto di depan rumah Ibu Abasiah. Di depan rumah tersebut terdapat sebuah plakat yang ditulis dalam 3 bahasa (Aceh, Indonesia, Inggris) sebagai pengingat dahsyatnya bencana Tsunami tersebut |
Berfoto dengan Ibu Abasiah, pemilik rumah tersebut. Beliau masih sehat dan segar. |
Jangan lupa berfoto di atas perahu, liat langitnya yang luaaaar biasa (silaunya) |
Kubah Masjid Al Tsunami yang Terseret
Alamat asli Masjid: Desa Lamteungoh, Peukan Bada, Aceh Besar
Alamat setelah terseret: Desa Guroh
Kalau tadi perahu yang terseret hingga naik ke atas rumah, lokasi yang kami kunjungi selanjutnya lebih tak masuk akal lagi. Benar-benar membuktikan bahwa nalar manusia tidak sebanding dengan Kuasa-Nya.
Di lokasi yang kami kunjungi selanjutnya, terdapat kubah masjid seberat 80 ton yang terseret sejauh 2,5 KM! Bisa kebayang nggak, manusia yang beratnya hanya puluhan kilo terombang-ambing arus Tsunami. Pada saat kejadian, Kubah Masjid tersebut menjadi salah satu penyelamat 7 orang yang berhasil menaikinya, termasuk seorang balita yang tidak diketahui identitas orang tuanya. Anak tersebut kini tengah bersekolah di sebuah pesantren. Umurnya kini 13 tahun, kalau nggak salah ya.
Awalnya Kubah tersebut terbawa arus hingga ke ujung bukit, berputar-putar, kemudian barulah mendarat di Desa Guroh. Kakak Sri, salah satu penduduk desa Guroh, merupakan korban yang selamat karena saat itu beliau sedang melahirkan di sebuah klinik yang tidak terkena bencana. Namun seluruh keluarganya sudah hilang tertelan bencana. Sebelum kami ditemukan dengan Kak Sri, Mister berpesan untuk mengajak ngobrol sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan bencana, karena hanya akan membuat Kak Sri sedih.
Kakak Sri kini menjadi pemandu setiap wisatawan yang datang mengunjungi. Di dalam Kubah tersebut juga ditemukan sebuah Al-Quran yang kini disimpan dengan baik sebagai salah satu saksi sejarah dahsyat.
Kami, di depan Kubah Masjid bersama Kakak Sri |
Masjid Raya Baiturrahman
Kampung Baru, Baiturrahman, Banda Aceh
Siapa yang pernah lihat video Adzan Maghrib yang ditayangkan di SCTV tahun 90an?
Kalau ada yang pernah lihat, pasti inget sebuah masjid yang ditayangkan di video tersebut. Yak, tak lain dan tak bukan, Masjid Raya Baiturrahman, Masjid yang menjadi ikon kota Banda Aceh dan letaknya di tengah kota.
Masjid tersebut sangat megah dan baru saja mengalami beberapa renovasi, seperti tambahan 12 payung elektrik dan lantai marmer. Jangan khawatir kaki kalian akan melepuh kepanasan saat berjalan-jalan di halaman masjid karena lantai marmer tersebut bikin adem.
Kami disini sekalian menunaikan ibadah sholat ashar. Tempat wudhu dan toiletnya bersiiih sekali (memang hampir di seluruh penjuru kota Banda Aceh kebersihannya terjaga banget sih).
Payung elektrik yang akan terbuka secara otomatis ketika cuaca mulai panas |
Nggak lupa untuk berpose di depan ikon Banda Aceh |
Museum Aceh dan Rumoh Aceh
Jl. Sultan Mahmudsyah No. 10, Peunitti, Baiturrahman, Banda Aceh
Museum ini didirikan saat masa pemerintahan Belanda. Museum ini berbeda ya dengan Museum Tsunami yang dirancang oleh Kang Emil. Disini terdapat replika Rumoh Aceh, rumah panggung khas masyarakat Aceh yang sudah ada sejak penjajahan Belanda belum datang.
Yang unik dari Rumoh Aceh ini berdasarkan cerita Mister adalah jumlah anak tangga untuk naik ke rumah panggung. Jumlah anak tangga yang menjadi rumah adat khas Aceh biasanya selalu ganjil, sedangkan Rumoh Aceh ini memiliki anak tangga yang jumlahnya genap. Menurut Mister, jumlah anak tersebut direkayasa para penjajah untuk mengubah sejarah yang telah diyakini masyarakat Aceh.
Kami kesini sebelum berangkat ke pelabuhan untuk menyeberang ke kota Sabang. Karena waktu yang limited, kami hanya berfoto-foto di depan Rumoh Aceh dan nggak sempat masuk ke dalamnya.
Look how small we were in front of the house! |
Makam Sultan Iskandar Muda
Gampong Peuniti, Baiturrahman, Banda Aceh
Tak jauh dari Rumoh Aceh, kami mampir untuk ziarah ke makam salah satu pahlawan besar di Indonesia, khususnya Banda Aceh. Saat kami kesini, pelataran makam baru saja dibersihkan oleh pengurusnya.
Masjid Baiturrahim Ulee Lheu
Sebelum menuju Pelabuhan Ulee Lheu untuk melanjutkan perjalanan ke kota Sabang, kami terlebih dahulu mampir ke sebuah Masjid yang juga menjadi saksi dahsyatnya bencana Tsunami.
Saat sampai kesini, saya melihat kehadiran Masjid yang kokoh ini seperti Masjid pada umumnya. Ketika kami melihat beberapa foto yang dipamerkan di pelataran Masjid, barulah saya sadar betapa hebat Kekuasaan-Nya.
Masjid ini adalah salah satu bangunan yang tetap kokoh saat bencana Tsunami menyapu habis semua bangunan di Banda Aceh saat itu. Merinding, bahkan saya mengetik cerita ini masih merinding.
Lagi-lagi kami diingatkan Kun Fayakun. Kalah deh logika manusia.
musbir.blogspot.com |
Masjid Baiturrahim setelah diperbaiki, tetap berdiri kokoh sedari dulu |
Kami di depan Masjid bersejarah |
Tugu I Love Sabang dan Danau Aneuk Laoet
Cot Ba'u, Sukajaya, Sabang, Aceh
Perjalanan kami lanjutkan ke Pelabuhan Ulee Lheue untuk menyebrang ke kota Sabang. Yay! Saya nggak sabar banget karena keindahan Sabang yang udah terkenal di dunia.
Pelabuhan Ulee Lheue ini lumayan sibuk karena banyak banget turis mancanegara. Waktu itu kami satu kapal Ferry dengan grup wisatawan dari Singapura. Setelah mendapatkan tiket Ferry, kami sadar ada nomor tempat duduk. Dan setelah masuk ke dalam Ferry, ternyata tempat duduk saya dan Mas Kumis terpisah jauh banget! Kami panik dan nggak mau terpisahkan (lebay hahaha) akhirnya kami menemui petugas dan ternyataaa kita bebas duduk dimana aja yang penting masih di satu ruangan. Ya ampunn bikin deg-degan.
Perjalanan kami tempuh selama 45 menit. Kalian bisa memilih untuk menggunakan kapal cepat ataupun lambat. Namun jadwalnya hanya ada 2 kali sehari, jadi pintar-pintarlah mengatur jadwal ya.
Setelah sampai di Sabang, kami disambut pemandu lain, yang namanya lupa bangeeett. Mari kita panggil Bapak. Berbeda dengan Mister, Bapak ini lebih pendiam, tetapi tetep ngasi informasi yang dibutuhkan.
Tujuan pertama kami di Sabang adalah Tugu I Love Sabang. Lalu setelah sampai di Tugu, kami disuguhkan pemandangan Danau Aneuk Laoet. Luaaarrr biasaaa danaunya, langitnya, kombinasi yang nggak akan kami lupakan. Air di danau tersebut biru banget, nggak seperti danau kebanyakan yang airnya hijau.
Tiket kapal untuk menyeberang ke Kota Sabang, Pulau Weh (Nggak sekalian jempolnya dicoret juga, sis?) |
Ini loh tugu kerennyaa. Nggak kuat nahan silau hahaha |
Berfoto di depan Danau Aneuk Laoet. |
Setelah istirahat sejenak di penginapan (yang saya lupa catat namanya hehehe) kami kembali melanjutkan perjalanan untuk salah satu spot wisata terbaik di Sabang: Snorkeling di Pantai Gapang!
Untuk berangkat ke Pulau Rubiah, kami menuju Pantai Iboih kemudian naik perahu ke pulau tersebut untuk snorkeling di Pantai Gapang.
Biaya yang harus dikeluarkan adalah untuk peralatan Snorkeling, jenis perahu yang digunakan dan foto-foto underwater. Untuk tambahan biaya foto underwater, pemandu akan membawa kamera GoPro yang akan memoto kami selama berenang bersama ikan-ikan. Kalau kalian uda punya kamera water resistant sih saya sarankan nggak usah yaa. Jadi setelah kami sampai lagi ke Pulau Weh, pemandu penyelam akan mengirimkan fotonya ke hape melalui messaging.
Pantainya disini indaah banget ditambah airnya yang jerniiiih banget. Terdapat banyak hotel resort mahal di sepanjang Pantai Iboih yang mayoritas pengunjungnya adalah turis mancanegara.
Begitu sampai di Pulau Rubiah, saya dan Mas Kumis segera berganti kostum untuk menyelam ala-ala. Nah yang perlu diingat, di Pulau ini belum terjaga kualitas akomodasi wisatanya, jadi jangan harap ruang ganti bajunya bersih dan rapih. Saat kami berganti baju, yang mana ruangannya gelap karena tidak ada listrik, tiba-tiba ada sesuatu yang melewati kaki kami.
ULAR!! Sumpahhh kami panik banget ada ular lewat di kaki. Kami buru-buru ganti baju dan segera curhat ke pemandu penyelam. Reaksi beliau saat kami bilang ada ular adalah :OH. Baiklah, mungkin mas nya udah biasa haha.
Jernihnya air laut di Pantai Iboih |
Saranghae from Rubiah! |
Posing with the photogenic fishes |
And me also nggak mau ketinggalan hehehe |
Tugu KM-0 Sabang
Siapa yang tau bahwa kilometer 0 Indonesia terletak di Sabang, Aceh? Saya ngacung! Kalau bukan karena Mas Kumis ngajak kesini, saya pasti nggak akan tahu karena pengetahuan saya yang belum luas. Itulah, jalan-jalan kan buat nambah ilmu jadi nggak perlu malu kalau belum tau :)
Perjalanan kami tempuh dari tempat menyelam kesini selama 1-2 jam. Sesampainya disana sudah sore, tapi matahari belum mau terbenam kok hehe.
Untuk kalian yang mau pergi ke Tugu ini wajib untuk beli sertifikat yang menyatakan kalian udah sampai di titik 0 Indonesia. Untuk beli sertifikat, jangan lupa minta di awal perjalanan sampai di Sabang kepada pemandu kalian ya. Karena beli sertifikat ini nggak bisa dadakan.
Yay! Bucket list ticked! |
Kuta Ateueh, Surakarya, Sabang
Karena kami hanya semalam di Sabang, kami memutuskan untuk nongkrong dan minum kopi di tempat paling nge hits di Sabang. Kata Bapak, kedai ini akan ramai setelah masyarakat selesai shalat tarawih di Masjid Agung Babussalam karena letaknya yang berdekatan.
Ketika kesini, jangan lupa pesan teh tarik dan roti bakar. Cukup itu aja. Kualitas teh tariknya kalau menurut saya pribadi, jauhhh diatas teh tarik kekinian yang ada di kebanyakan mall itu loh. Kentalnya, manisnya, semuanya pas.
Kami nggak foto-foto disini dan memutuskan untuk menikmati suasana sambil ngobrol-ngobrol dengan Bapak.
Seperti kebanyakan kedai ngopi lainnya di Sabang, semakin malam akan semakin ramai. Jadi makin semangat nongkrong disini.
Pantai Sumur Tiga
Jl. H. Agus Salim, Le Meulee, Sukajaya, Sabang
Spot terakhir sebelum kami kembali menyebrang ke Banda Aceh adalah mengunjungi Pantai ini. Nggak banyak yang kami lakukan disini, hanya menikmati suasana sebisa mungkin.
Sunrise di Pantai Sumur Tiga |
Kapal PLTD Apung
Punge Blang Cut, Jaya Baru Banda Aceh
Siap-siap untuk lagi-lagi menahan suasana haru dan sedih karena kapal PLTD ini juga salah satu saksi sejarah bencana dahsyat tersebut.
Jadi ceritanya, kapal PLTD yang berbobot 2.600 ton ini memang lokasinya berpindah-pindah di seluruh Indonesia, dan saat itu sedang berada di Banda Aceh. Bencana Tsunami membawa kapal ini pindah sejauh 5 KM dan berhenti di lokasi ini. Awalnya, ada beberapa pegawai PLTD yang bertugas pagi itu, namun setelah merasa ada gempa dahsyat, mereka takut dan turun dari kapal. Akhirnya yang selamat adalah petugas yang masih ada di dalam kapal.
Memasuki kapal tersebut, ada museum yang menceritakan fenomena bencana Tsunami, video yang menayangkan kesaksian korban yang masih selamat dan video yang menayangkan bagaimana mengenali tanda-tanda bencana Tsunami.
Konon katanya, dibawah kapal tersebut, banyak jenazah yang tertiban kapal dan tidak bisa diangkat.
Di depan Kapal PLTD terdapat sebuah monumen dan bertuliskan seluruh nama korban meninggal yang ditemukan beserta umurnya. Sedih banget.
Monumen yang bertuliskan nama-nama korbannya. Di belakang adalah replika ombak Tsunami setinggi 9 meter dan jam yang menunjukan terjadinya Tsunami saat itu. |
Kapalnya sebesar ini dan bisa terseret 5 Km. |
Isi Kapal PLTD yang telah dirombak total |
Museum Tsunami Aceh
Jl. Sultan Iskandar Muda No. 3, Baiturrahman, Banda Aceh
Ingin tau seberapa berbakatnya Ridwan Kamil? Datanglah ke museum ini. Wali kota yang juga arsitek ini merancang sebuah museum Tsunami yang juga bisa menjadi tempat berlindungnya masyarakat bila ada bencana (amit-amit jangan sampe).
Untuk masuk kesini gratis dan setiap bagian museum bisa difoto. Saya merinding, dan ingin nangis karena suasana yang dibuat oleh Kang Emil seolah-olah kami sedang terjebak di bencana tersebut. Dzikir yang menyebut nama Allah terdengar di beberapa bagian museum.
Disini juga terdapat batuan yang bertuliskan negara-negara yang telah membantu Aceh setelah bencana terjadi. Kami juga bisa melihat barang-barang peninggalan korban yang setelah bencana tersebut usai.
Bendera negara yang membantu Aceh |
Berfoto di depan museum |
Gunongan Historical Park
Sukaramai, Baiturahman, Banda Aceh
Taman ini merupakan pemandian yang dibangun oleh Sultan Iskandar Mudah untuk Puteri Pahang, isteri dari Sultan. Ketika kesini kami bisa melihat bahwa semua bangunannya megah dan berwarna putih bersih.
Menurut Mister, jaman dulu masyarakat Aceh menggunakan putih telur sebagai bahan untuk memutihkan bangunan.
Keadaan di sekitar taman Gunongan. Ini panas banget loh by the way. |
Saya nggak terlalu paham ini fungsi bangunannya apa, tapi cantik banget dilihat dari jauh |
Boleh di cek, menurut kalian apa ya hewan yang terbang di belakang kami ini? |
Rumah Cut Nyak Dhien
Lampisang, Peukan Bada, Aceh Besar
Untuk kesini, kami dapat mengenal sosok pemberani Cut Nyak Dhien lebih jauh. Rumah ini dijadikan markas Cut Nyak Dhien untuk memasang strategi berperang melawan penjajahan Belanda. Dan beliau memimpin perang tersebut. Keren banget ya!
Dulu saat Cut Nyak Dhien tinggal disini, banyak pengawal yang menjaga ketat karena takut beliau disakiti oleh pihak Belanda. Bahkan saking protektifnya, sumur di rumah ini dibuat tinggi sejajar dengan jendela di rumah panggung beliau sehingga tidak bisa diracun.
Hal yang saya pelajari tentang beliau dari Mister bahwa Cut Nyak Dhien itu aslinya berhijab. Namun liciknya Belanda yang ingin mengadu domba masyarakat dahulu kala, saat Cut Nyak Dhien diasingkan ke Sumedang (kalau nggak salah), kerudung beliau dibuka dan dilukis oleh Belanda. Sehingga sosok beliau yang terkenal menjadi tanpa hijab.
Di depan tangga menuju rumah Cut Nyak Dhien |
Masjid Rahmatullah Lampuuk
Meunasah Lambaro, Lhoknga, Aceh Besar
Kami berkunjung ke salah satu Masjid yang juga menjadi saksi sejarah bencana Tsunami saat itu. Kami mengunjungi masjid ini hingga ke dalam, dan masih ada bagian yang menyisakan sejarah bencana tersebut.
Yang membuat miris dan sedih adalah foto-foto yang terpajang di dalam masjid. Ada sebuah foto yang menunjukan masyarakat Aceh shalat maghrib 2 hari setelah bencana terjadi dengan pemandangan bangunan hancur di sekitar masjid tersebut.
Kami nggak foto-foto disini, hanya duduk diam dan merasakan suasana di dalam masjid.
Pantai Lhoknga
Lokasi pantai ini terletak cukup dekat dengan Masjid Rahmatullah. Karena kami kesini saat bukan musim liburan dan ditengah-tengah ibadah puasa, maka kami adalah satu-satunya pengunjung.
Jika melihat bersihnya pantai, pasti kalian tidak akan menyangka bahwa dulunya di pantai ini berserakan berbagai bawaan arus Tsunami. Namun berkat masyarakat dan tentunya negara yang membantu, pantai ini dapat kembali bersih.
Berasa pantai pribadi disini |
Menyusuri Lhonga Leupung, Kabupaten Aceh Besar
Sebelum berangkat menuju Bandara Sultan Iskandar Muda untuk kembali ke rumah, Mister memberikan kami bonus perjalanan menuju Kabupaten Aceh Besar untuk melihat keindahan Aceh yang belum terekspos.
Kami semakin menjauhi Banda Aceh dan menuju perbukitan yang nggak kalah indahnya. Karena sudah keluar dari kota, maka jangan heran jika kalian mendapati kerbau, sapi atau kambing yang berlenggak-lenggok dengan indahnya di tengah jalan. Bahkan ada rambu lalu lintas bergambar hewan yang memberi tahu kita untuk berhati-hati di jalan karena hadirnya hewan-hewan ini di jalan.
Sepanjang jalan, kami bener-bener disuguhkan pemandangan layaknya perbukitan di Eropa (sotoy kayak uda pernah aja). Hijaunya bikin segar mata dan masih asri banget disini. Nggak ada salahnya minggir sebentar untuk mengabadikan pemandangan yang mungkin nggak akan kami temukan di tempat lainnya di Indonesia.
Jernih banget kan danaunya? Sampe sekarang belum tahu nih apa ya nama danau ini |
Lihat deh pohon-pohonnya ngingetin film The Sound of Music |
Mie Aceh Razali
Jalan Panglima Polem, Peunayong, Kuta Alam, Banda Aceh
Berwisata ke Aceh nggak lengkap tanpa kuliner khas yaitu Mie Aceh! Mister mengajak kami ke Mie Aceh yang paling ngetop di Banda Aceh, yaitu Mie Aceh Razali.
Seperti biasa kami makan setelah jam shalat tarawih selesai untuk merasakan ramainya Banda Aceh di malam hari. Kami memesan Mie Aceh, Martabak Telur dan Teh Tarik. Rasa mie nya nikmat banget dan bumbunya terasa banget. Begitu juga dengan martabak telurnya. Ini sih bener-bener perut kenyang hati senang (dan duit melayang hehehe).
Ya ampun, nge-upload foto ini sambil perut keruyukan |
Berakhir sudah perjalanan kami di Provinsi Aceh, provinsi paling barat di Indonesia! Nggak nyesel sama sekali bulan puasa kesini walaupun nggak bisa menikmati kopi di siang hari. Karena kedai kopi di Banda Aceh setiap malam ramainya bukan main. Tempat nongkrong selain kedai kopi disini bener-bener nggak laku.
Perjalanan kali ini membuat kami belajar mensyukuri setiap momen yang kami jalani karena intinya semua pemberian Tuhan. Kami nggak akan pernah tahu kapan semua ini akan diambil lagi oleh Yang Punya.
Pergi kesini juga jadi melihat semua masalah yang kami alami di ibukota itu jadi kecil banget. Gimana nggak, masyarakat Aceh nggak cuma kehilangan pekerjaan, tapi juga kehilangan keluarga dan tempat tinggal dalam hitungan menit. Tapi mereka bangkit, jadi kami juga harus begitu.
Teurimong gaseh, Aceh! We will miss you! Untuk sodara-sodara mari kita lebih semangat saling menginspirasi kisah jalan-jalan. Sampai jumpa lagi di perjalanan kami berikutnya!
#monelkumistips : Ketika ingin bepergian ke suatu tempat untuk pertama kalinya, biasakan untuk memahami budaya sebelum berangkat dengan banyak membaca. Selain dapat menyesuaikan baju yang akan dibawa, kita juga dapat menghargai apa yang masyarakat lain yakini.
Perpisahan dengan Mister di bandara |
Sekian dan salam jalan-jalan!
#monelkumistraveling
0 comments: